Sangoguna:Slaia/Revitalisasi Bahasa Nias: Tantangan, Solusi dan Strategi

Pada Hari Kebangkitan Nasional, tgl 20 Mei 2021, saya mendapat kesempatan memberi presentasi seputar revitalisasi bahasa Nias, yang telah dan terus digeluti oleh sebuah kelompok yang disebut Wiki Nias. Pada hari itu, STKIP Telukdalam bekerjasama dengan kabarnias.com menyelenggarakan sebuah webinar berjudul serupa.

Dalam tulisan ini saya berusaha merangkum kembali presentasi saya dalam webinar tsb.

Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada anggota aktif Wiki Nias, yang telah membiarkan karya berbicara dan bukan sekedar kata.

Hal itu telah memungkinkan bahwa dalam jangka 6 bulan, Wikipedia (ensiklopedia) dan Wiktionary (kamus) Nias berhasil keluar dari inkubator dan diterima resmi di Wikimedia pada tgl 13 Januari 2021. Bersama dengan Wikibuku, yang kini masih dalam inkubator, Wikipedia dan Wiktionary ini merupakan bagian dari kerangka besar revitalisasi bahasa Nias.

Namun hal ini bukanlah tanpa tantangan. Mari bersama-sama mengidentifikasi tantangan, yang kita hadapi dalam merevitalisasi bahasa Nias, terutama tantangan di era digital ini.

Kemudian saya akan bertanya apakah memang ada solusi untuk itu. Dan seandainya ada solusi, apa strategi untuk menerapkan solusi tsb.

Tantangan bulö'ö

Saya merangkumkan berbagai tantangan revitalisasi bahasa Nias dalam tiga kelompok, yang akan saya perjelas dalam tiga contoh.

Tantangan pertama: Tak ada bahan bulö'ö

Belum lama ini saya berbagi mimpi dengan Y. Lase, seorang Nias yang telah berkeluarga dan menetap di Belgia. Dia mengatakan,

Pak Sirus, saya mau mengajar anak saya bahasa Nias, Tetapi saya tak menemukan buku-buku cerita dalam bahasa Nias.

Keluhan Pak Lase ini sangat tepat mewakili berbagai keluhan yang saya telah dengar selama ini. Keluhan yang sama saya dengar juga dari para mahasiswa dari dalam dan luar negeri, yang ingin mengadakan penelitian tentang Nias namun mundur teratur karena tak ada bahan.

Ya, memang benar. Bahan-bahan mentah dalam bahasa Nias, yang bisa digunakan sebagai obyek penelitian, memang minim sekali.

Jangankan bahan-bahan untuk penelitian ilmiah, buku-buku cerita anak saja hampir tidak ada. Padahal hal ini sangat perlu untuk membangun kosa-kata anak dan mengembangkan daya imajinatif, yang akan menjadi dasar kreativitas.

Kalau pun ada satu atau dua tulisan dalam bahasa Nias kita memang susah menemukannya. Seandainya saja ada satu tempat, yang gampang ditemukan di Internet di mana dikumpulkan semua cerita, sejarah dan budaya Nias.

Tantangan kedua: kekacauan penulisan dan tatabahasa bulö'ö

Untuk merangkum tantangan kedua ini saya ambil contoh beberapa judul lagu dari sebuah album, yang diproduksi oleh sebuah grup musik dari Nias dan dijual di pasar internasional.

Ini judul lagu ketiga, keempat dan keenam:

3. Flosame ere ere; 4. Lefesala; 6. Boiso khao waniasa

Anda bingung membacanya, bukan? Saya sendiri tidak tahu apakah ini salah tulis atau memang tidak tahu menulis. Saya mengandaikan yang terakhir, karena saya yakin mereka pasti telah memeriksa hal ini dengan baik, mengingat mereka memasarkan lagu mereka secara internasional.

Penulisan yang benar adalah Lö same era-era, Lö fasala, dan Böi so khöu waniasa.

Namun ini hanyalah satu contoh. Kita bisa menemukan fenomena yang sama entah di YouTube, Facebook, Instagram, Reddit, Quora, blog dlsb. Semuanya menjadi bukti kesimpangsiuran ejaan dan tata bahasa Nias di ranah digital, yang saya andaikan tidak lebih baik di ranah analog alias dalam kehidupan nyata.

Seandainya saja ada satu tempat, yang gampang ditemukan di Internet, di mana para penulis kreatif, akademisi, pegawai dan seniman dari Nias bisa dengan cepat menemukan bahasa Nias yang baik dan benar. Seandainya saja ada sumber semacam itu, niscaya mereka bisa memperbaiki cara mereka berbahasa Nias.

Tantangan ketiga: absennya bahasa Nias dari ranah pendidikan dan pemerintahan bulö'ö

Tantangan ketiga ini dengan baik telah dirangkum dalam refrase perkataan Pak Aminuddin Aziz, kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Menyinggung berbagai hasil penelitian badan internasional seperti Unesco dan Pisa, yang memberi ranking sekolah-sekolah di seluruh dunia, Pak Aminuddin mengatakan:

"Penggunaan bahasa ibu bisa menjadi solusi rendahnya daya nalar dan tingkat kekritisan siswa yang terjadi selama ini"

Pernyatan ini mewakili dengan baik kenyataan bahwa bahasa daerah Nias absen di bidang pemerintahan dan pendidikan di Nias, yang pada gilirannya berakibat pada kualitas SDM.

Dengan demikian saya sangat setuju dengan Pak Aminuddin. Seandainya saja di Pulau Nias bahasa Nias menjadi bahasa pengantar di sekolah dasar, maka kualitas pendidikan pasti telah menjadi lebih baik. Seandainya saja bahasa, budaya dan sejarah Nias menjadi bagian kurikulum di sekolah, maka pengetahuan generasi muda tentang bahasa, budaya dan sejarah Nias, akan pasti telah turut membentuk kepribadian mereka. Dan seandainya saja berbagai pemda di Pulau Nias mengikuti jejak Pemda Yogyakarta menjadikan bahasa Nias sebagai bahasa resmi di samping bahasa Indonesia, maka bahasa dan budaya pasti telah mengalami kemajuan dan bukan semakin hilang.

Namun tantangan-tantangan di atas lebih diperburuk lagi oleh kenyataan bahwa tantangan-tantangan tsb. sekaligus merupakan sebuah lingkaran setan.

Karena tak ada bahan (bahan bacaan, tontonan, bahan yang bisa didengar), maka kosa kata bahasa Nias tidak berkembang. Dan karena kosa kata terbatas, semakin banyak orang tak tahu mengungkapkannya. Sebab banyak kata dari bahasa Indonesia tidak memiliki padanan dalam bahasa Nias.

Selain tak tahu mengungkapkan orang juga semakin tak mampu menuliskannya. Tentu saja hal itu terjadi, karena mereka tak pernah mempelajarinya di sekolah.

Dan karena tak tahu mengatakan dan menuliskannya maka orang semakin enggan untuk memakainya, baik dalam percakapan lisan maupun dalam tulisan, apalagi tulisan ilmiah.

Dan karena tak ada tulisan, yah tak ada bahan bacaan, tontonan dlsb. Demikianlah orang Nias terjerat dalam sebuah lingkaran setan penghambat pengembangan bahasa dan budayanya sendiri.

Solusi bulö'ö

Pertanyaannya sekarang adalah apakah ada solusi untuk itu? Bagaimana cara untuk mematahkan lingkaran setan itu? Dan apakah memang mungkin mematahkannya?

Pertengahan tahun lalu sekelompok penggiat bahasa Nias mencanangkan program lima tahun revitalisasi bahasa Nias 2020-2025. Mereka berprinsip daripada mengeluh tanpa henti, lebih baik kita mulai dengan tindakan nyata! Menurut mereka lingkaran setan tsb. bisa dipatahkan.

Program revitalisasi bahasa Nias yang mereka canangkan tsb. terdiri dari tiga komponen besar:

Komponen pertama dokumentasi bulö'ö

Kita mengumpulkan segala sesuatu yang berhubungan dengan bahasa, sejarah dan budaya Nias, meletakkannya di satu tempat di Internet, sehingga gampang ditemukan dan gampang dikonsultasikan setiap orang.

Untuk itu Wiki Nias telah memilih infrastruktur Wikimedia, yang menyediakan hosting Wiktionary, Wikipedia, Wikibuku dlsb. secara gratis. Kamus kosa-kata ada di Wiktionary, tulisan-tulisan ensiklopedis ada di Wikipedia, dan tulisan-tulisan lainnya yang mendokumentasikan bahasa, sejarah dan budaya Nias ada di Wikibuku.

Komponen kedua adalah standardisasi bulö'ö

Di sini kita menciptakan standar sederhana bahasa Nias yang baik dan benar, yang dapat dipergunakan setiap orang, yang telah belajar tatabahasa Indonesia.

Di sini juga ada dapur bahasa, yang berusaha menggali kata-kata lama yang telah hilang atau menciptakan kosa kata baru, sehingga berbagai kata dan istilah dari bahasa Indonesia mempunyai padanannya dalam bahasa Nias.

Selain itu Wiki Nias juga berusaha menyediakan berbagai peralatan, yang membantu untuk menulis dalam bahasa Nias baik di komputer maupun di telepon cerdas (smartphone). Itu berarti menyediakan aplikasi papan ketik untuk Android dan Windows, serta aplikasi kamus, ensiklopedia dan buku untuk smartphone dan komputer.

Komponen ketiga adalah promosi atau advokasi bulö'ö

Di bagian ini kita berusaha menbangkitkan kesadaran orang akan perlunya revitalisasi bahasa Nias dan mempromosikan penggunaan bahasa Nias yang baik dan benar.

Melalui promosi dan advokasi kita harap bahwa suatu hari nanti Bahasa Nias menjadi bahasa resmi di pemerintahan daerah di Pulau Nias, serta menjadi bahasa pengantar dalam pembelajaran di sekolah dasar. Selain itu bahasa, sejarah dan budaya Nias akan menjadi bagian integral kurikulum di sekolah, mengikuti contoh pemerintah daerah istimewa Yogyakarta.

Strategi bulö'ö

Namun pertanyaannya sekarang adalah bagaimana menjabarkan solusi tsb. ke dalam program kerja nyata? Mengingat keterbatasan sumber daya kita (silakan membaca analisis kekuatan dan kelemahan di tulisan Strategi mengembangkan bahasa Nias di era digital) kita harus menempuh strategi khusus.

Ada tiga strategi.

Strategi pertama adalah fokus pada digital bulö'ö

Setiap usaha revitalisasi bahasa Nias hanya akan berhasil bila usaha difokuskan pada digital, baik dari segi media yang digunakan, maupun dari segi target audiens dari usaha revitalisasi ini.

Menurut saya dokumentasi, standardisasi dan promosi bahasa Nias harus disesuaikan dengan tuntutan media digital dan tuntutan generasi digital, seperti telah saya uraikan lebih panjang di tulisan tsb. di atas dan dalam tulisan Melestarikan bahasa Nias untuk siapa dan bagaimana.

Itu berarti revitalisasi bahasa Nias akan lebih daripada sekadar memandang ke belakang ke seratus tahun yang lalu, ketika Heinrich Sundermann mencoba membakukan bahasa Nias dengan berpedoman pada bahasa Belanda. Bahasa Nias telah fixed pada pilihan Sundermann 100 tahun lalu. Bandingkanlah itu dengan bahasa Indonesia yang telah telah berkembang dari bahasa Melayu, dan sampai sekarang telah mengalami pembaharuan ejaan dan tatabahasa beberapa kali.

Bila Sundermann membakukan penulisan bahasa Nias dengan berorientasi pada bahasa Belanda, sekarang kita harus merevitalisasi bahasa Nias dengan berorientasi pada bahasa Indonesia!

Strategi kedua adalah kerja urung daya bulö'ö

Dengan tetap bertolak pada analisis kekuatan dan kelemahan kita tadi, kita juga harus mengadopsi cara kerja kolaboratif atau apa yang dalam bahasa Inggris dinamakan crowd-source. Bahasa Nias memiliki kata untuk itu yakni halöŵö nifalului zato.

Revitalisasi bahasa Nias tak mungkin hanya dilakukan oleh beberapa orang, entah mereka ahli bahasa Nias atau tidak. Revitalisasi hanya bisa dilakukan dan hanya bisa berhasil kalau ia merupakan bagian dari gerakan massal, sebagai bagian dari kerja urung daya.

Itu pulalah alasan mengapa kita memilih infrastruktur wikimedia untuk mewujudkan gerakan revitalisasi ini. Sebab cara kerja kolaboratif ini memang telah menjadi DNA cara kerja di berbagai proyek Wikimedia seperti Wikipedia, proyek paling terkenal dari berbagai proyek lainnya. Di Wiki Nias setiap orang bisa berkontribusi. Karena itu apa yang dihasilkan sungguh merupakan dari kita, oleh kita dan untuk kita semua.

Saat ini Wiktionary atau kamus nifalului zato telah memiliki lebih 2000 entri. Wikipedia atau ensiklopedia nifalului zato telah memuat hampir 800 tulisan. Dan Wikibuku atau buku zato telah memiliki beberapa cerpen, novela, manö-manö dlsb.

Bila semua berjalan dengan baik, Buku zato ini akan mengembangkan juga WikiYunior, yang akan memuat berbagai buku pembelajaran untuk anak-anak umur 3 sampai dengan 12 tahun.

Strategi ketiga adalah kerja bertahap bulö'ö

Kita memang memiliki semangat tinggi, tetapi sumberdaya kita terbatas. Maka untuk memaksimalkan capaian kerja kita harus bekerja secara bertahap.

Tahap pertama adalah mengumpulkan

Boleh dikatakan isi kamus, ensiklopedia dan buku yang ada sekarang masih dalam tahap ini. Kita butuh lebih banyak orang yang berkontribusi baik di Wiktionary maupun di Wikipedia dan Wikibuku

Tahap kedua nanti memperbaiki/mengembangkan

Sebagian anggota komunitas Wiki Nias memang telah mulai memperbaiki berbagai tulisan yang ada. Tetapi ini merupakan prioritas kemudian, mengingat keterbatasan sumber daya tadi.

Tahap ketiga adalah menerapkan

Pada tahap ini nanti bahan-bahan yang telah terkumpul, baik di kamus, ensiklopedia dan wikibuku, siap untuk diolah dan dipergunakan untuk berbagai aplikasi yang membantu hidup sehari-hari masyarakat penutur bahasa Nias. Entah itu melalui pengembangan aplikasi seperti Google Assistant, atau berbagai aplikasi lainnya yang membantu membebaskan pengetahuan bagi orang Nias.

Kita harap dalam beberapa tahun mendatang komunitas Wiki Nias telah membangun gudang pengetahuan dalam bahasa Nias sedemikian sehingga berbagai tantangan yang disebut di atas telah terpecahkan.

Dalam mimpi kita pada tahap ini nanti seorang ibu di Nias sudah bisa mengambil telepon cerdasnya, mengarahkan kamera pada salah satu item belanja di pasar dan bertanya kepada smartphone-nya:

Ya’ahowu Google, apakah ini? Bagaimana cara untuk memasaknya?

Atau seorang bapak yang merasa khawatir melihat sebuah kutil di kulit anaknya. Dia mengarahkan kamera telepon cerdas-nya pada kutil tsb dan bertanya,

Ya’ahowu Google, ini penyakit apa yah? Apakah ini bakal kanker kulit atau bukan? Apa yang harus saya buat?

Lebih jauh tentang cara kerja bertahap ini di Program Pengembangan Bahasa Nias dalam Tiga Diagram.

Penutup bulö'ö

Demikianlah kita telah bersama-sama mengidentifikasikan berbagai tantangan revitalisasi bahasa Nias di era digital.

Namun kita juga telah melihat bahwa kita bisa mematahkan lingkaran setan dan mulai berbuat nyata, bekerja membuat dokumentasi, menetapkan standar bahasa Nias yang baik dan benar serta berjuang meningkatkan kesadaran akan perlunya bahasa Nias baik di pemerintahan maupun di sekolah.

Kerangka besarnya bisa saya lukiskan demikian:

Gerakan revitalisasi bahasa Nias seyogyanya lebih daripada sekedar melestarikan bahasa Nias. Jadi lebih daripada sekadar membuat kamus dan menyimpannya di atas lemari atau memajangnya di museum. Lebih daripada itu revitalisasi seyogyanya merupakan usaha membangun gudang pengetahuan dalam bahasa Nias.

Dan terakhir usaha revitalisasi tsb. harus fokus pada media digital dan generasi digital dengan segala konsekuensi yang berhubungan dengan itu.


Rujukan bulö'ö

Tulisan-tulisan lainnya tentang revitalisasi bahasa Nias di halaman pengguna saya